Kurikulum Berbasis Cinta: Meneguhkan Peran PGMI sebagai Garda Depan Transformasi Pendidikan Islam
![]() |
| Oleh : Dr. Sigit Dwi Laksana, M.Pd.I |
Era disrupsi pendidikan yang ditandai oleh percepatan teknologi dan dinamika sosial yang kian kompleks, pendekatan pedagogik tidak lagi dapat bertumpu pada aspek kognitif semata. Pendidikan dasar membutuhkan fondasi emosional dan spiritual yang lebih kuat agar peserta didik mampu tumbuh menjadi pribadi yang utuh. Di tengah kebutuhan tersebut, gagasan kurikulum berbasis cinta menjadi relevan karena menawarkan paradigma pendidikan yang menempatkan kasih sayang, empati, dan penghargaan terhadap martabat peserta didik sebagai inti dari proses belajar. Dalam konteks inilah Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) hadir sebagai pusat perubahan, memainkan peran strategis dalam mempersiapkan calon guru yang mampu menerapkan pendekatan humanistik dan berlandaskan nilai-nilai kasih dalam pembelajaran.
Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) juga memegang peran strategis sebagai pusat lahirnya pendidik profesional yang memiliki integritas spiritual, intelektual, dan sosial. Tantangan pendidikan abad ke-21 tidak hanya berkaitan dengan kompetensi akademik, tetapi juga dengan kemampuan menumbuhkan karakter mulia di tengah arus modernitas yang kian kompleks. Di sinilah urgensi kurikulum berbasis cinta memperoleh relevansinya sebagai paradigma baru pendidikan humanis-spiritual. Kurikulum ini menempatkan cinta sebagai fondasi pembentukan peserta didik (cinta kepada Allah, cinta kepada Rasul, cinta kepada sesama manusia, cinta kepada makhluk lain, serta cinta kepada bangsa dan Negara).
Program studi PGMI, sebagai institusi penghasil calon guru MI, memiliki posisi strategis dalam mengintegrasikan nilai-nilai cinta tersebut ke dalam proses pembelajaran yang holistik. Kurikulum berbasis cinta tidak dimaknai sebatas pendekatan afektif, melainkan sebagai kerangka pedagogis yang merangkul dimensi spiritualitas dan humanitas secara seimbang. Mahasiswa PGMI tidak hanya mempelajari teori pendidikan, tetapi juga dilatih untuk mempraktikkan nilai-nilai kasih sayang, empati, dan kepedulian dalam setiap rancangan pembelajaran. Dengan demikian, perkuliahan di PGMI menjadi sebuah ekosistem yang menanamkan kesadaran bahwa mengajar adalah aktivitas ibadah dan bentuk pengabdian kepada kemanusiaan.
Lebih jauh, implementasi kurikulum berbasis cinta menuntut calon guru untuk mampu menumbuhkan suasana kelas yang ramah, inklusif, dan penuh penghargaan terhadap keberagaman. Mereka diajak untuk memahami bahwa peserta didik bukan hanya objek pembelajaran, tetapi subjek yang perlu dihargai martabatnya. Mahasiswa PGMI dibimbing dalam menyusun strategi pembelajaran yang menumbuhkan rasa aman emosional, meminimalisasi kekerasan simbolik, serta mendorong dialog konstruktif.
Pendekatan ini sejalan dengan visi pendidikan Islam yang menempatkan kasih sayang sebagai inti dakwah dan proses transformasi sosial. selain itu, nilai cinta kepada bangsa dan negara menjadi bagian integral yang tidak dapat dipisahkan. Dalam konteks ini, mahasiswa PGMI didorong untuk memahami tugasnya sebagai agen perubahan sosial. melalui kurikulum berbasis cinta, mereka dipersiapkan untuk menghadapi realitas sosial yang dinamis dengan perspektif kebangsaan yang kokoh dan komitmen menjaga keutuhan bangsa. Perkuliahan PGMI membentuk calon guru yang mampu menanamkan nilai toleransi, persatuan, dan tanggung jawab sosial kepada generasi muda, sehingga pendidikan madrasah menjadi motor penguatan karakter kebangsaan.
Pada akhirnya, studi di PGMI menjadi salah satu solusi nyata dalam membangun pendidikan Indonesia yang lebih manusiawi, berakar pada nilai-nilai spiritual, dan berpihak pada kemajuan bangsa. Kurikulum berbasis cinta bukan sekadar slogan, tetapi sebuah komitmen yang diwujudkan dalam penguatan kompetensi pedagogik, pengembangan karakter, dan peneguhan etos pengabdian. Dengan menempatkan cinta sebagai pondasi utama pendidikan, PGMI menunjukkan dirinya sebagai garda depan dalam mencetak pendidik masa depan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga luhur dalam kepribadian dan kepeduliannya terhadap sesama serta lingkungan.(*)
