Dalam Islam, wakaf merupakan salah satu instrumen kesejahteraan sosial yang disyariatkan bagi kegiatan menyalurkan harta dengan ketentuan tahbis al-ashl wa tashbil al-tsamrah atau menahan pokok harta dan menyalurkan manfaatnya, sebagaimana disebut oleh hadits nabi. Kenyataan ini menjadikan harta wakaf aset abadi dan tidak berkurang, sementara manfaatnya dapat terus mengalir “sampai jauh” tanpa adanya batas dan dapat terus dikembangkan.
Potensi wakaf Indonesia potensi yang sangat besar. Data wakaf mutakhir yang dirilis SIWAK (Sistem Informasi Wakaf) Kemenag RI tertanggal 30 September 2020 menyebut adanya wakaf tanah di 388.216 lokasi dengan luas 51.974, 58 hektar, yang 62,47 persen diantaranya telah bersertifikat. Sementara itu wakaf tunai (cash waqf) memiliki potensi 180 triliun, sebagaimana disebut Republika Online pada 16 Oktober 2018. Dengan melihat jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim, potensi tersebut bukanlah suatu impian yang mustahil diwujudkan jika para nadzir wakaf selaku pengelola harta dan asset wakaf dapat bertindak secara professional dan amanah sehingga memicu adanya trust dari para wakif (donator) baru untuk berderma dan menyerahkan harga yang dimiliki.
Permasalahan pengelolaan wakaf yang berkenaan dengan nadzir wakaf secara umum adalah profesionalisme nadzir dan transparansi manajemen. Profesionalisme nadzir sering dipertanyakan seiring dengan peran ganda mereka dalam menjalani profesi ini. Hal ini berarti bahwa profesi nadzir wakaf dianggap sampingan, sehingga kurang serius digeluti. Sementara itu permasalahan transparansi manajemen wakaf yang menghadirkan jaminan kepercayaan dalam pengelolaan aset belum menjadi fokus dan perhatian, sehingga pelaporan tentang penggunaan asset dan perkembangannya seringkali terabaikan.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap pengelolaan wakaf di tingkat regional Ponorogo, Fakultas Agama Islam menyelenggarakan FGD Penyusunan Program Utama SIMAS Waqfuna pada Rabu 23 September 2020 ini ini merupakan puncak penjaringan informasi untuk pengembangan sistem ini. Acara ini diikuti oleh para nadzir Wakaf dari berbagai pihak seperti pesantren (Pondok Ngabar), ormas (NU dan Muhammadiyah), dan para pemangku kebijakan seperti Kemenag Ponorogo, Badan Wakaf Ponorogo, Asosiasi Nadzir dan para pakar wakaf Ponorogo.
Kegiatan FGD yang dibuka oleh Dekan FAI Unmuh Ponorogo ini menjaring sebanyak-banyaknya masukan berharga bagi penyempurnakan penyusunan sebuah sistem manajemen aset wakaf, SIMAS WAQFUNA, yang dikembangkan bekerjasama dengan LPSI (Lembaga Pengengembangan Sistem Informasi) Unmuh Ponorogo. Saat ini sistem yang dibangun ini berada pada tahap finishing, dan ditargetkan pada awal Nopember sudah selesai seratus persen. Pada tahap berikutnya ada segera dijalin kerjasama dengan dua nadzir dari kalangan pesantren dan ormas untuk selanjutnya dapat diujicobakan. Semoga.(FAI UMPO/SW)