Cultural School of Ponoragan: Sekolah Budaya di Jantung Monumen Reog
![]() |
Tim Peneliti berada di kawasan Monument Reog Ponorogo |
Ponorogo, Suara Wengker– Reog Ponorogo kembali menjadi sorotan dunia setelah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak benda (Intangible Cultural Heritage) dengan status In Need of Urgent Safe guarding pada 2024. Predikat ini sekaligus menjadi alarm: seni tradisi kebanggaan Ponorogo bukan hanya milik lokal, melainkan warisan dunia yang harus dijaga keberlangsungannya. Menjawab tantangan itu, lahirlah gagasan Cultural School of Ponoragan (CSoP), model sekolah budaya inklusif yang berlokasi di kawasan pembangunan Monumen Reog Ponorogo, Kecamatan Sampung. Gagasan ini di prakarsai oleh Tim peneliti yang terdiri dari Dr. Sulton, M.Si (UMPO)., Dr. Yudan Hermawan, M.Si (UNY)., Dr. Ardhana Januar Mahardhani, M.KP. (UMPO)., Nurtina Irsad Rusdiani, M.Pd (UMPO).( Ponorogo, 25/09/2025)
![]() |
Peserta FGD bersama tim peneliti Umpo dan UNY |
Monumen Reog setinggi 126 meter yang progres pembangunannya sudah mencapai 70 persen di akhir 2024, diproyeksikan menjadi ikon wisata baru sekaligus pusat budaya di Jawa Timur. Di sinilah CSoP hadir: menghubungkan pendidikan, pariwisata, dan pelestarian budaya dalam satu tarikan napas. Sekolah budaya ini diharapkan menjadi wadah pembelajaran seni Reog yang tak hanya mengajarkan teknik tari dan musik, tetapi juga menanamkan nilai, sejarah, dan filosofi budaya Ponorogo.
Gagasan CSoP dimatangkan melalui serangkaian forum diskusi yang melibatkan peneliti, akademisi, seniman, hingga pemerintah daerah. Pada Rabu, 20 Agustus 2025, digelar FGD Kebutuhan Sekolah Budaya di Red Go, Ponorogo. Diskusi ini menghadirkan seniman Reog, dosen budaya, dan Dinas Pendidikan, yang sepakat bahwa Kecamatan Sampung dengan puluhan lembaga pendidikan dari PAUD hingga SMA/SMK memiliki potensi besar menjadi kawasan sekolah berbasis budaya.
Masih di hari yang sama, FGD berlanjut di Aula Desa Sampung, tepat di lokasi pembangunan Monumen Reog. Hadir pakar budaya nasional dan lokal, termasuk pencetus Pendidikan Khas Jogja, Prof. Dr. Suwarno Dwijonagoro. Forum ini merumuskan konsep sekolah inklusif yang menanamkan filosofi Jawa Sura Dira Jayaningrat Dening Pangastuti, yaitu nilai pengendalian diri, kebijaksanaan, kerendahan hati, kasih sayang, cinta damai, dan tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut diintegrasikan ke dalam kurikulum untuk membentuk karakter generasi muda.
Tahap berikutnya, Selasa, 26 Agustus 2025, digelar sosialisasi buku Cultural School of Ponoragan di Hotel Amaris Ponorogo. Buku panduan ini dirancang menjadi pegangan bagi sekolah, pemerintah, dan masyarakat dalam mengembangkan CSoP di kawasan Monumen Reog. Sosialisasi ini sekaligus menandai komitmen bersama bahwa pelestarian budaya tidak boleh berhenti pada seremoni, tetapi diwujudkan dalam desain pendidikan nyata dan berkelanjutan.
Dengan konsep tersebut, CSoP diharapkan mampu menjadikan 75 persen aktivitas pendidikan selaras dengan pengembangan pariwisata budaya. Bukan hanya melestarikan Reog, CSoP ingin membangun identitas generasi muda Ponorogo, memperkuat daya tarik wisata, dan menciptakan ekosistem pendidikan budaya yang berkesinambungan.
CSoP bukan sekadar sekolah budaya, tetapi jalan baru agar Reog tetap hidup, relevan, dan bermakna bagi generasi mendatang.( Tim UMPO/UNY)